Feminisme dalam Fim 777

            Feminisme dalam Film”7 Hati 7 Cinta 7 Wanita”:

Melalui Sudut Pandang Tokoh

Ujian Take Home Mata Kuliah Kajian Gender

Dosen Pengampu:

  1. Ulaya Ahdiani, S.S, M.Hum
  2. Tri Rina Budiwati, S.S, M.Hum

                                                                             

 

 

Disusun Oleh: Indah Dewi Sagita (11026027)

 

 

Sastra Inggris

Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi

Universitas Ahmad Dahlan

 

                                                        BAB I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Isu tentang gender memang sangat menarik untuk dibahas. Diskriminasi dan ketidakadilan dalam gender saat ini tidak muncul secara langsung, tidak seperti dulu yang benar-benar tampak perbedaan gender antara kaum wanita dan pria. Sejak adanya gebrakan dari pahlawan wanita RA Kartini, diskriminasi pada wanita mulai berkurang dan persamaan hak antara pria dan wanita mulai disetarakan. Namun kemerdekaan kaum hawa ini belum sepenuhnya didapat. Saat ini, sehubungan dengan perkembangan jaman, ketidaksetaraan tersebut terjadi pada bentuk yang berbeda yang terjadi secara tidak langsung melalui media tertentu yang pada intinya tertuju pada diskriminasi maupun pembedaan.

 

Media massa adalah sumber informasi terluasdan mudah untuk didapat. Pada media massa segala sesuatu dapat terjadi, termasuk masalah gender. Media penyebab munculnya diskriminasi dan ketidaksetaraan gender, namun media pula menjadi salah satu bentuk pembelaan gender. Beberapa fenomena yang saat ini hangat-hangatnya sering terjadi adalah peletakan icon perempuan pada iklan, film, dan lagu yang meletakkan wanita pada posisi lebih rendah. Namun tidak sedikit juga media yang memunculkan bentuk perlawanan, kaum feminisme yang membela ketidaksetaraan tersebut. Salah satu media massa berbentuk film yang membela setidaksetaraan tersebut  adalah film 7 hati 7 cinta 7 wanita.

 

Film karya “Anak Negeri Film” ini ingin menunjukan bentuk protes terjadinya diskriminasi terhadap wanita. Peran wanita yang diletakkan berbeda dari peran wanita di film-film biasanya, menjadi salah senjata tersendiri bagi sutradara untuk menyampaikan pesan yang terkandung. Gerakan feminisme dari dr. Kartini yang diperankan oleh Jajang C. Noer ini sangat nyata dalam bentuk pembelaannya terhadap kaum wanita yang menjadi korban laki-laki. Tidak hanya karakter dr. Kartini saja, setiap karakter wanita dalam film menunjukan realita yang terjadi di kehidupan sekaligus bentuk perlawanannya. Film ini, melalui karakter pada tokohnya sukses menggambarkan secara jelas bentuk gerakan feminisme.

 

 

1.2  Alasan

Film 7 hati 7 cinta 7 wanita memang sangat menarik untuk dikaji, terbukti sudah banyak kaum yang menjadikan film ini sebagai bahan kajian. Memang benar terdapat sisi berbeda dibanding film-film lainnya, diantaranya adalah karakter pada setiap tokoh. Karakter tersebut memiliki keunikan yang berbeda. Seperti dr. Kartini yang berkarakter sebagai seorang dokter spesialis kandungan mempresentasikan sosok pahlawan RA Kartini, yang selalu setia mendengarkan keluh kesah pasiennya, Ratna seorang istri yang sholehah dan patuh pada suami namun tetap dikhianati oleh suaminya, Lili wanita hamil yang selalu disiksa oleh suaminya tetap tabah dan tidak menggugat cerai, Yanti menjadi seorang PSK untuk mencari biaya pengobatan penyakit kanker yang ia derita, dan karakter lainnya yang tak kalah menajubkan, intinya semua karakter wanita utama di atas mempunyai suara dan pernyataan. Mereka ingin didengar, dan mereka menolak untuk menjadi korban. Perjuangan para wanita inilah menjadi alasan utama penulisan makalah ini.

1.3            Rumusan Masalah

Adapaun rumusan masalah pada makalah ini adalah:

  1. Bagaimana isu gender dalam media?
  2. Bagaimana gerakan feminisme pada film “7 hati 7 cinta 7 wanita” melalui sudut pandang tokoh?

 

1.4            Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:

  1. Sebagai ujian take home mata kuliah Kajian gender
  2. Mengetahui isu gender dalam media
  3. Mengetahui gerakan feminisme pada film “7 hati 7 cinta 7 wanita” melalui sudut pandang tokoh.

 

1.5            Kerangka Teori

Terdapat dua teori yang digunakan dalam kajian makalah ini yaitu:

  1. Liberal Feminist Theory (teori feminisme liberal). Mendebatkan tentang kesetaraan kesempatan dan hak untuk pria dan wanita, teori ini berargumen melawan peran gender yang terkonstruksi secara sosial antara pria dan wanita, khususnya di ranah publik. Fokusnya pada kemampuan wanita untuk menunjukkan dan mempertahankan kesetaraan mereka lewat pilihan dan tindakannya sendiri. Pria dan wanita sama-sama makhluk dengan anugerah rasionalitas yang sama sehingga seharusnya struktu hirarki yang membedakan berdasarkan fisiknya harus diubah. Contohnya saja karier yang dijalani wanita umumnya akan mengalami penurunan dalam hal upah dan statusnya, sehingga upaya mereka untuk menyatakan “Upah sama untuk pekerjaan yang sama”. Aplikasi teori ini dalam konvergensi newsroom cukup terbatas, namun penting untuk mengadaptasi nilai-nilainya yakni kesetaraan dan kualifikasi daripada hak istimewa seseorang.

 

  1. Marxist and Socialist Feminist Theory. Teori ini menolak individualisme dan positivisme, berargumen bahwa diskriminasi wanita karena struktur besar (politik, sosial, budaya) dari kehidupannya sehari-hari. Hubungan dan eksploitasi kapitalis perempuam melalui peran mereka dalam rumah tangga adalah penyebab penindasan mereka. Teori ini didasari oleh teori Marx.

 

 

1.6            Data dan Metode

  1. Data

Judul               : 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita

Sutradara         : Robby Ertanto

Produser          : Intan Kieflie

Pemeran          :

–          Marcella Zalianty

–          Olga Lydia

–          Happy Salma

–          Jajang C Noer

–          Patty Sandya

–          Novi Sandra Sari

–          Tamara Tyasmara

–          Intan Kirfli

–          Henky Solaiman

  1. Tanggal Liris   : Oktober 2010 (Indonesia), dan 20 Agustus 2010 (Australia)
  2. Durasi              : 94 menit
  3. Prestasi            :

–          6 kategori Nominasi FFI 2010

–          Pemeran pendukung wanita terbaik : Happy Salma

  1. Sinopsis

Kartini (Jajang C Noer) adalah dokter kandungan berusia 45 tahun. Masa lalunya yang kelam membuat ia terjebak di tengah-tengah masalah kehidupan dan percintaan 6 orang pasien wanitanya yang juga kelam dan tidak bahagia. Namun kebahagiaan hidup harus diperjuangkan. Walau tidak semua wanita mampu memperjuangkannya dan kembali menjadi korban.

 

  1. Metode

Metode yang digunakan adalah metode pustaka. Pertama kali yang dilakukan oleh penulis adalah menonton film melalui computer yang kemudian menganalisis setiap adegan dalam tokoh. Selain itu penulis juga mengambil beberapa referensi dan mengumpulkan informasi melalui internet.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II. ANALISIS

 

6.1  Gender dalam media

Gender adalah perbedaan antara pria dan wanita yang lebih diciptakan oleh konstruksi lingkungan atau sosial yang ada. Pembahasan gender lebih menekankan pada karakteristik seperti perilaku, sikap, dan peran yang menempel atau ada pada pria dan wanita yang berasal dari konstruksi sosial. Karena itu, karakteristik tersebut (perilaku, sikap, dan peran) dapat dipertukarkan.(http://writteninsight.wordpress.com/2012/02/22/perbedaan-sex-dan-gender/)

 

Media adalah suatu alat komunikasi tidak langsung dimana antara sender dan receiver tidak saling bertatap muka dan receiver tidak dapat langsung menanggapi pesan yang disampaikan. Media merupakan sumber informasi sekaligus media kritik. Melalui media kita dapat mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi, bahkan media juga dapat memunculkan fenomena baru. Ketika kita jenuh media bisa menjadi salah satu hiburan yang dapat menghilangkan kejenuhan dan lelah dari aktifitas, contoh nya kita dapat menonton acara televisi, menonton film, mendengarkan musik, dan lain-lain. Namun terkadang kita tidak sadar apa yang terkandung dalam acara-acara tersebut. Jika kita kritis, dalam media terdapat banyak sekali hal-hal yang  dapat kita kritisi. Bukan hanya media yag menayangkan berita-berita yang memang selayaknya kita kritik seperti berita, isu-isu dan fenomena lain yang terjadi dikehidupan sehari-hari baik di bidang ekonomi, politik, dan sosial namun juga hal yang jarang tersentuh kritikan yang mungkin harus kita tengok dan perjuangkan yaitu isu gender.

 

Kita menikmati segala acara yang disodongkan oleh media seperti iklan dengan buayan promosinya menghipnotis penonton, film dengan cerita-cerita menariknya, lagu dengan alunan merdunya, hingga semua itu membuat kita tidak sadar ada maksud dari yang disampaikan, ada beberpa peletakan posisi yang tidak adil pada gender. Banyak media yang masih mendiskriminasikan wanita. Sebagai  contoh iklan otomotif yang menggunakan icon wanita sebagai penghias produk, film yang lebih sering meletakkan wanita sebagai peran sampingan, dan lain-lain.

 

Terkait dengan isu gender, menuduh media selalu mendiskriminasikan wanita  juga tidak benar, karena tidak semua wanita dalam media selalu direndahkan. Tidak semua yang kita anggap buruk akan selamanya buruk, begitu juga dengan media. Di lain sisi, seperti yang kita ketahui bahwa media massa juga sebagai media kritik, orang-orang yang sadar akan isu gender pada media tidak tinggal diam. Melalui media juga mereka bertindak melakukan pembelaan dan kritikan. Salah satunya adalah film karya “Anak Negeri Film” yang mendobrak akan adanya kebenaran dan kesamaan hak, menunjukan wanita yang sesungguhnya melalui 7 tokoh wanita yang hebat dalam film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita”.

 

Gender dalam media tidak selamanya negative. Munculnya masalah di ikuti oleh munculnya solusi, begitupun masalah gender dalam media.  Permasalahan gender dalam media perlu kita ketahui untuk memahami lebih lanjut mengenai fenomena-fenomena sosial yang semakin dinamis terkait dengan gender.

 

6.2            Feminisme pada film “7 hati 7 cinta 7 wanita” melalui sudut pandang   tokoh

                                                                                            

Menurut wilkipedia,  Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.

 

Saat ini banyak gerakan yang dilakukan dalam pembelaan persamaan hak antara pria dan wanita atau biasa disebut dengan Feminisme. Begitu pula yang dilakukan oleh dr. Kartini dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang kemudian disebut 777. Film yang pernah menjadi 6 nominasi sekaligus pada Festival Film Indonesia 2010, di produksi oleh “Anak Negeri Film” ini juga mendapatkan penghargaan di Indonesia Movie Award 2011, meraih dua piala  untuk kategori Pendatang Baru Pria Terbaik (Rangga Djoned )dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (Happy Salma). Begitu banyak prestasi yang didapat. Skenario yang tertata rapih dan berjalan lancar dapat memikat penontonnya. Ya! Kita akan merasakan banyak hal ketika menonton film ini, kesediahan, kebahagian, rasa penasaran dan pengetahuan tentang bagaimana wanita sebenarnya. Banyak hal yang dapat kita petik, banyak ilmu tentang kehidupan khususnya tentang wanita.

 

Feminisme dalam film 777 tergambar dengan jelas pada setiap tokoh. Melalui karakter setiap tokoh yang tergambar memiliki Perbedaan dan ciri khas sendiri-sendiri dalam menyampaikan feminisme. Seperti judulnya, film ini mengangkat cerita tentang 7 wanita hebat yaitu seorang dokter spesialis kandungan dengan ke-6 pasiennya. Tokoh tersebut adalah:

  1. Dr. Kartini Sp.Og

Seorang dokter spesialis kandungan yang selalu sabar mendengarkan keluhan-keluhan pasiennya. Di usianya yang sudah sangat pantas memiliki pendamping yaitu 45 tahun, ia tetap tidak memperdulikan itu karena pengalaman buruknya dimasa muda. Disini ia digambarkan sosok wanita pelopor pembela hak kaum hawa layaknya RA Kartini masa kini. Hari-harinya sebagian besar ia habiskan di ruang kerja disalah satu rumah sakit diJakarta. Disitu ia bertemu kehidupannya. Hidup yang lebih banyak menyelami masalah pribadi orang lain hingga dirinya sendiri tidak terurus. Ia sering menangani kasus-kasus yang diderita kaum wanita karena perlakuan kaum laki-laki. Ia menangani pasien, bahkan lebih dari pelayanan dokter dengan pasien karena ia selalu memberikan pelayanan sangat ramah layaknya teman yang selalu memberikan bahunya untuk sahabat-sahabatnya. Selain memiliki sifat yang peduli, dr. Kartini adalah sosok yang sangat pemaaf dan penyabar, entah apalagi yang bisa saya katakan tentang penggambaran karakter yang ingin disampaikan sutradara pada dialog ini:

Rohana     : saya seolah menggantikan posisi dokter di rumah sakit ini,

Dr. Kartini: itu hanya perasaanmu dr. Rohana saja, atau dokter rohana hanya salah tangkap.

Rohana     : iya, mungkin perasaan saya saja yang salah tangkap. Maka dari itu saya kemari saya mau minta maaf.

Dr. Kartini: Enggak ada yang perlu dimaafkan… Ga ada.

Rohana     : ini… ini yang membuat saya selalu berusaha menyayangi dokter. Sikap dokter yang ini yang merasa saya selalu terintimidasi..

Ada satu pria yang selalu mendekatinya, bahkan menyatakan rasa cintanya pada dr. Kartini tetapi ia tetap tidak dapat membuka hati karena msih tenggelam pada kisah masa lalu yang ia tutup rapat-rapat. “Rohana: Saya memang tidak tahu latar belakang percintaan dokter dimasa lalu, dan ini memang bukan urusan saya” (penggalan dialog Dr. Rohana dan Dr. kartini). Di akhir cerita, Dr. kartini akhirnya bertemu dengan seorang pria di masa lalunya, dan ternyata sutradara telah merancang dengan mulus bahwa pria tersebut adalah ayah dari Dr. Rohana, kekasih Dr. Kartini dimasa lalu.

 

Dalam film ini, dr. Kartini adalah tokoh utama sebagai feminis. Sutradara yang berani dengan terang-terangan meletakkan posisi wanita diluar biasanya adalah bentuk penyampaian feminisme tersendiri. Mulai dari perjuangan Dr. kartini terhadap pasien-pasiennya yang sebagian besar adalah korban dari pria yang bersifat buruk, hingga pesan-pesannya yang ia sampaikan pada pasien-pasiennya, wanita memang tidak bisa lepas dan butuh perlindungan dari pria. Meskipun ia sendiri awalnya tidak percaya akan itu, karena pengalaman buruk dimasa lalunya yaitu orang yang ia sayang menikah dengan wanita lain karena perjodohan. Ia berharap adanya perjuangan cinta dari pria tersebut untuk mempertahankan cinta mereka, tetapi pria tersebut tetap menikah dengan wanita lain. Ternyata, setelah adanya penjelasan dari pria tersebut ketika mereka bertemu di usia yang tidak muda lagi, Dr. Kartini mengetahui cerita sebenarnya bahwa pria tersebut berjuang mencari Dr. Kartini namun tidak bertemu. Disinilah nilai yang ingin disampaikan. Perempuan bisa hidup tanpa laki-laki, namun perempuan juga butuh perlindungan dari laki-laki.

 

  1. Lily

Lily adalah karakter pembuka yang pertama kali dimunculkan, yang pertama laki adegan keluhannya didengar oleh dr. Kartini. Dalam film ini Lily berperan sebagai seorang istri yang sedang hamil tua. Di usia kandungannya yang beberapa bulan mendekati kelahiran masih tetap kuat menghadapi kelainan seksual pada suaminya yaitu penyiksaan ketika melakukan hubungan suami istri, dipukul, dan di tampar sudah menjadi hal yang biasa ia dapat kan. Lily masih mempertahankan  hubungannya karena alasan ia masih cinta. Seperti dialog antara ia dan dr. Kartini berikut:

Dr. Kartini: ini harus segera di laporkan polisi, Lily

Lily           : tidak dok, aku masih sayang dia.

Lily mempunya satu adik laki-laki, dia adalah Acin. Acin mengetahui apa yang terjadi pada kakaknya bahkan ia pernah berkata agar segera melaporkan suaminya ke polisi. Nemun Lily tidak menggubris. Entah sebuah kapatuhan terhadap suami ataukah ada alasan lain mengapa ia tetap mempertahankan suaminya hingga akibat fatal datang menimpanya, terjadi pendarahan hingga merenggut nyawanya.

 

Wanita terkadang terlihat lemah dan pasrah ketika mendapat perlakuan yang tidak mengenakan dari kaum pria. Ternyata dibalik semua itu wanita hanya berusaha untuk menjadi wanita yang sempurna. Sama seperti yang dilakukan oleh Lily. Dengan keadaannya, ia tetap berusaha menjadi istri yang patuh pada suami. Selain itu, dibalik kelemahan wanita ada rencana masa depan yang tersimpan. Alasan lain ia tidak melaporkan suaminnya ke polisi karena ia berfikir kedepan jika ia mengandung tanpa suami dimana posisi suami sebagai tulang punggung keluarga. Jika suaminya dipenjara, lalu bagaimana kelak ia mengurus anaknya. Maskipun ia mungkin bisa saja menghidupi anaknya dan dirinya sendiri, tetapi tetap saja kehadiran suami dalam keluarga adalah hal yang sangat diinginkan, dan kebahagian keluarga tidak lengkap tanpa adanya seorang suami.

 

  1. Yanti

Yanti adalah perempuan yang sangat ceria. Tapi sayang ia memiliki pekerjaan buruk, PSK. Salah satu pasien dari dr. Kartini ini bernasip malang memiliki penyakit kanker rahim. Namun ia belum difonis tentang penyakitnya. Ia masih memiliki harapan, seperti dalam narasi “ yanti masih memiliki harapan. Pelacur bukan berarti melacur”. Hal tersebut yang menjadi tujuan utama mengapa ia harus terus bekerja di pekerjaan haram itu, ia harus mengumpulkan uang untuk biaya pengobatannya. Hal apapun ia lakukan, bahkan dalam satu malam ia bisa melayani 3 pria, bahkan perempuan. “Saya dapat tiga cowok biasanya dalam satu malem, tapi cewek juga si dok, masih global warming jadi masih banyak yang harus saya angetin” begitulah jawaban yanti ketika ditanya tentang pekerjaannya. Dia adalah sosok perempuan yang pandai, terbukti ia pernah bekerja di perkantoran dan bahasa inggrisnya yang lumayan. Tapi entah mengapa kaum laki-laki lebih suka ia dari sisi keseksiannya. Ia selalu bersama laki-laki yang mengantarnya, ia biasa disebut Anjelo “antar jemput lonte”. Ternyata laki-laki itu menyimpan cinta pada Yanti. Awalnya yanti menolaknya, namun kesabaran dan kepedulian nya pada yanti membuatnya luluh yang diakhir cerita ia menjadi suaminya. Yanti sadar dan berhenti menjadi PSK dengan mencari pekerjaan yang lebih layak.

 

Dari karakter Yanti menunjukan bahwa seorang PSK juga wanita. Wanita yang ingin dimengerti dan dikasihi. Bukan berarti PSK adalah pekerjaan wanita yang hanya mengandalkan keseksian, tetapi seorang PSK juga memiliki kepintaran hanya mungkin takdirlah yang mengharuskan mereka memilih pekerjaan haram itu. Hal ini dibuktikan Yanti memiliki kemampuan dibidang bahasa Inggris. Memang hanya sepenggalan percakapan singkat saja yang disampaikan sutradara, itu sudah menjadi bukti tentang realita.

 

  1. Rara

Gadis belia ini belum mengerti kehidupan yang sebenarnya. Kepolosannya berakibat ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih seusia jagung. Ia adalah siswi SMP kelas 2 yang dihamili oleh pacarnya siswa SMA. Hobinya mengemut permen, dan sedikit tomboy. Ia gadis yang ceria, tinggal bersama kakaknya yang sudah berumahtangga. Kehamilannya membuat kakaknya marah besar. Terlebih pacarnya yang juga masih sekolah tentu belum bisa menghidupinya. Memang Acin sangat sayang pada Rara, namun dia belum berani bertanggungjawab atas perbuatannya. Seperti dialog yang terjadi ketika Rara hendak periksa di Rumah Sakit:

Rara: kalo aku hamil gimana?

Acin: Aku gatau, ee digugurin ..

 

Kejadian yang dialami Rara mengkritik bahwa pendidikan sek perlu diberikan sejak usia dini. Selain itu, perempuan hanya menjadi korban laki-laki yang tidak  bertanggungjawab. Ketika hal tersebut terjadi, kaum wanitalah yang benar-benar menanggung resiko.

  1. Lastri

Wanita ini memiliki masalah di berat badan yang berlebihan, susah untuk mendapatkan seorang anak. Hobinya memasak untuk suaminya berakibat ia susah menurunkan berat badan. Ia rajin datang menemui dr. Kartini ditemani oleh suaminya untuk berkonsultasi. Sikapnya yang seolah menjadi laki-laki paling romantis didunia ternyata kebohongan belaka. Karena Lastri tidak memberikan ia anak, ia selingkuh. Istri kedua atau selingkuhannya telah mengandung.  Perselingkuhan itu tidak memecahkan masalah terbukti ketika Suami lastri terbongkar saat mereka dipertemukan di Rumah Sakit.

 

Sisi unik lagi yang disampaikan oleh sutradara melalui film 777 ini. Wanita dengan kelemahannya menjadi korban kaum laki-laki. Wanita yang selalu ingin menjadi istri terbaiklah yang menjadi korban. Seperti yang dilakukan oleh Lastri. Ia mengetahui bahwa ia harus menurunkan berat badannya agar mendapatkan belahan jiwa, namun ia rela memasak enak-enak tiap hari karena suaminya yang suka sekali dengan masakannya. Hal tersebut berakibat ia susah untuk menurunkan berat bedannya.

 

  1. Ratna

Ratna yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit dan digambarkan sebagai istri yang setia dan sabar sedang menunggu kelahiran anak pertamanya setelah lima tahun menikah. Ia adalah Istri yang sholehah, tidak pernah melawan suaminya. Bekerja keras untuk persiapan kelahiran anaknya. Entah apa yang kurang dari wanita ini hingga suaminya tega memiliki istri gelap. Suami yang Nampak sholeh dan sayang pada Ratna ternyata sama dengan suami tokoh sebelumnya. Beralasan melembur kerja tanpa mendapatkan uang ternyata mengurusi istri simpanan yang sudah lebih dari 3 tahun ia jalani. Keputusan Ratna untuk pergi bersama adiknya, Rara dan meninggalkan rumah serta suaminya adalah keputusan terbaik yang ia pilih.

 

Salah satu diskriminasi lagi yang dilakukan kaum laki-laki. Wanita tabah, sholehah dan memiliki semangat tinggi masih saja mendapat perlakuan yang tidak adil. Disinilah film ini menunjukan bahwa wanita adalah sesorang yang hebat, wanita terbaik untuk anak-anaknya.

 

  1. Ningsih

Seorang wanita karir yang mandiri mengharapkan kehadiran seorang anak laki-laki yang kuat dan berpendirian, tidak seperti suaminya selama ini yang dianggapnya lemah dan tak bisa diandalkan. Dengan dingin, ia menyatakan akan menggugurkan janinnya jika diketahui perempuan. Ningsih adalah istri kedua dari suaminya Lastri. Dia adalah wanita yang tegas. Hubungan mereka kacau setelah suaminya diketahui memiliki istri lain. Seorang suami yang dianggapnya bodoh, ternyata berani melakukan hal bejat tersebut.

 

Sekuat-kuatnya wanita akan merasa tersakiti jika dikhianati suaminya. Itulah salah satu yang ingin disampaikan sang sutradara melalui karakter Ningsih. Sisi lain wanita yang disampaikan adalah sifat kuat dan tegas wanita pada pria. Disini sudah adanya kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki terlihat pada Ningsih yang berkesempatan menjadi wanita karir. Selain itu, terdapat penyimpangan gender seperti Ningsih yang ngomel pada suaminya karena kebutuhan rumah yang tidak terurusi seperti listrik yang belum, Ningsih memerintah suaminya untuk pergi kelondri suatu pekerjaan yang biasa dikerjakan kaum wanita.

 

Teori feminisme liberal ditunjukan pada karakter dokter kartini sebagai sosok wanita modern sukses yang mandiri dan tidak di bawah naungan perkawinan. Usahanya dalam membela kaumnya terhadap penindasan kaum laki-laki dan ingin menyamakan kedudukan, kesempatan dan hak antra pria dan wanita. Hal tersebut terlihat pada keteguhan hatinya dalam menyelesaikan masalah pasien-pasiennya. Sedangkan diskriminasi wanita yang terjadi pada 6 pasiennya merupakan bentuk teori feminisme sosialis yang juga di ungkapkan oleh teori marx. Seperti teori ini, diskriminasi yang mereka alami seperti dikhianati, menjadi korban, dan terpojokkan, KDRT, dihamili, kanker rahim, diselingkuhi, dan dimadu diam-diam merupakan struktur besar (politik, sosial, budaya) dari kehidupannya sehari-hari.

 

Semua karakter memiliki peran tersendiri dalam penyampaiannya mengenai feminisme. Kejadian yang dialami para tokoh memang sering terjadi di kehidupan nyata dan sering juga menjadi topik di film-film lain. Film ini mencoba memberikan kesan yang berbeda, setidaknya berupaya untuk seimbang, pria dan wanita sebagai sosok yang (seharusnya) sebanding dan bahu membahu. Kita juga melihat sosok Anton yang baik, dan sosok Ningsih yang egois dan hanya mau bayi lelaki. Atau Lili yang masih saja atas nama cinta, melindungi suaminya yang sado-machochis dan sakit jiwa. Tengok saja dialog ini: “Apa iya, laki-laki yang dipersalahkan. Tidak semua perempuan adalah korban”. Atau narasi Kartini yang mengingatkan untuk “…bisa menilai tanpa menghakimi satu gender”. Keunikan tokoh Kartini lah menjadi pembeda film 777 dangan film lainnya, menunjukan sosok wanita yang kuat, bijaksana, dan melihat sesuatu tidak hanya melalui satu sisi.

 

Cerita yang terangkai melalui alur campuran ini memiliki nilai lebih tersendiri dalam memikat penonton. Menghibur, pesan-pesan tersampaikan, dan melalui penyampaian tentang wanita yang sesungguhnya dalam mereprensentasikan feminisme dapat tersampaikan secara sukses dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa:

  1. Gender dalam media tidak semuanya mengesampingkan atau memuat ketidaksetaraan dan diskriminasi pada wanita. Media massa adalah salah satu sumber informasi sekaligus tempat penyampaian kritik fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan di berbagai bidang termasuk mengungkap tentang Gender. Media tanpa kita sadari seringkali memuculkan masalah tentang gender, namun media itu sendiri yang dapat memecahkan masalah tersebut. Pada dasarnya media hanya penyampai atau perantara segala kejadian yang ada pada kehidupan.
  2. Feminisme dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita melalui sudut pandang tokoh menggunakan teori feminisme liberal dan feminisme socialis dan maxr. Berdasarkan teori ini, gerakan persamaan kesempatan dan hak yang dilakukan oleh dr. Kartini menjadi tujuan utama dari sutradara dalam menyampaikan pesan-pesan tentang feminisme. Dengan memilih karakter seorang dokter spesialis kandungan yang tabah dan bijak dalam memberikan nasehat pada pasien-pasiennya tanpa adanya diskriminasi pria atau wanita, Kartini menjadi sosok pembela feminisme Liberal yang sesungguhnya. Begitupula dengan diskriminasi kaum wanita oleh kaum pria dalam bentuk yang berbeda-beda merupakan sikap yang ingin ditujukan oleh wanita bahwa mereka ingin dimengerti dan meraka bukan sebagai korban.

Film yang menakjubkan, menghibur, mengesankan dan menjadi cara tersendiri dalam menyampaikan kritik terhadap fenomena sekitar yang dapat kita petik pesan-pesannya untuk kehidupan yang lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB. IV DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Jufri, Moch et al (ed). Indonesian Film Panorama. Jakarta: Permanent Committee of the Indonesian Film Festival, 1992.

http://new.rumahfilm.org/resensi/mereka-yang-menolak-untuk-menjadi-korban-perihal-dr-kartini-spok-dan-percakapan-di-ruang-melati/

http://raditherapy.com/2011/05/7-hati-7-cinta-7-wanita/

 

http://writteninsight.wordpress.com/2012/02/22/perbedaan-sex-dan-gender/

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment